Abis lulus mau lanjutin dimana yah ?
Pertanyaan ini kerap terlontar begitu
seragam putih abu-abu siap ditanggalkan.“Pasti bingunglah, mau masuk apa. Mau
milih sastra, teknik mesin, hukum, atau ekonomi, lulusannya sudah banyak,” kata
Andri, pelajar kelas tiga SMU di sebuah kota besar. Cowok yang hobi mancing ini
akhirnya sudah mendaftar ke teknik industri di Universitas XYZ. Namun, ia tetap
mengharap bisa masuk Universitas ternama di Indonesia Fakultas Teknik Jurusan
Perkapalan, sebuah jurusan yang baru dibuka. Itu pun setelah “konsultasi bakat”
ke seseorang di Kota X yang bisa melihat melalui tulisan tangan.
Beberapa
para orang tua mungkin saja akan mengalami hal-hal yang berkaitan dengan
kemajuan pendidikan putra-putrinya. Terutama setiap kali menghadapi tahun
ajaran baru, banyak diantara para orang tua yang ikut merasakan pusingnya dalam
menentukan jurusan bagi putra putrinya. Terutama bagi yang sudah menginjak
kelas 3 SMA. Meskipun mereka sudah lulus Ujian Nasional dengan hasil gemilang
masih banyak tantangan yang menghadang kita seperti merencanakan dan
menentukan langkah selanjutnya. Apakah mau masuk perguruan tinggi, apakah
masuk program S1, atau D3 serta jurusan apa yang dipilih, dsb. Mungkin beberapa
diantaranya ada yang sudah mengetahui apa bakat dan minatnya dan terbiasa
mengambil keputusan sendiri, sehingga tidak banyak mengalami kendala
dalam memilih jurusan.
Yang
sering menjadi permasalahan adalah banyak siswa SMA yang sulit mengambil
keputusan karena tidak tahu apa bakat dan minatnya, dan banyak yang belum
menemukan potensi dirinya, sehingga agak kesulitan ketika harus
memilih jurusan dan perguruan tinggi. Belum lagi gaya ikut-ikutan teman
agar ketika kuliah sudah memiliki teman yang telah dikenal, atau juga
karena mengikuti pacar. Diantara orang tua ada pula yang mencoba memaksakan
anak memilih jurusan yang diingnkannya, bukan kemauan dan minat anaknya. Tentu
saja kondisi seperti ini akan memberi dampak pada keputusan anak itu sendiri.
Mereka akan semakin bingung, di satu sisi tidak mempunyai minat, tetapi di sisi
lain keinginan orang tua yang tidak sejalan.
Sebenarnya pandangan ini perlu
ditinjau ulang karena memilih suatu jurusan bukanlah persoalan yang
mudah. Dalam memilih jurusan, siswa perlu memperhitungkan beberapa faktor
seperti kemampuan, minat, bakat, kepribadian, dll. Salah memilih jurusan
punya dampak yang signifikan terhadap kehidupan anak di masa mendatang.
Apa saja dampaknya ?
Problem Psikologis.
Mempelajari
sesuatu yang tidak sesuai minat, bakat dan kemampuan, merupakan pekerjaan
yang sangat tidak menyenangkan, apalagi kalau itu bukan kemauan / pilihan
anak, tapi desakan orang tua. Belajar karena terpaksa itu akan sulit
dicerna otak karena sudah ada blocking
emosi. Kesal, marah, sebal, sedih, itu semua akhirnya memblokir
efektivitas kerja otak dan menghambat motivasi.
Memilih
jurusan yang tidak sesuai dengan minat diri juga punya dampak psikologis,
yakni menurunnya daya tahan terhadap tekanan, konsentrasi dan menurunnya daya
juang. Apalagi kalau pelajaran kian sulit, masalah semakin bertambah,
bisa menyebabkan kuliah terancam terhenti di tengah jalan.
Problem Akademis.
Yang
bisa terjadi jika salah mengambil pilihan, seperti prestasi yang tidak
optimal, banyak mengulang mata kuliah yang berdampak bertambahnya waktu
dan biaya, kesulitan memahami materi, kesulitan memecahkan persoalan,
ketidakmampuan untuk mandiri dalam belajar, dan buntutnya adalah
rendahnya nilai indeks prestasi. Selain itu, salah memilih jurusan bisa
mempengaruhi motivasi belajar dan tingkat kehadiran. Kalau makin sering
tidak masuk kuliah, makin sulit memahami materi, makin tidak suka dengan
perkuliahannya akhirnya makin sering bolos. Padahal, tingkat kehadiran
mempengaruhi nilai.
Problem Relasional.
Salah
memilih jurusan, membuat anak tidak nyaman dan tidak percaya diri. Ia
merasa tidak mampu menguasai materi perkuliahan sehingga ketika hasilnya
tidak memuaskan, ia pun merasa minder karena merasa dirinya bodoh, dsb
hingga dia menjaga jarak dengan teman lain, makin pendiam, menarik diri
dari pergaulan, lebih senang mengurung diri di kamar, takut bergaul
karena takut kekurangannya diketahui, dsb. Atau, anak bisa jadi agresif
karena kompensasi dari inferioritas di pelajaran. Karena dia merasa
kurang di pelajaran, maka dia berusaha tampil hebat di lingkungan sosial
dengan cara misalnya: mendominasi, mengintimidasi anak yang dianggap lebih
pandai, dsb.
Bagaimana Memilih Jurusan Agar Tepat?
Memilih
jurusan pada dasarnya merupakan sebuah proses yang sudah dimulai sejak
masa anak-anak. Kesempatan, stimulasi, pengalaman apa saja yang diberikan
pada anak sejak kecil secara optimum dan konsisten, itu akan menjadi
bekal, modal dan fondasi minat dan bakatnya. Makin banyak dan luas
exposure-nya, makin anak tahu banyak tentang dirinya, tapi makin sedikit
exposure nya, makin sedikit juga pengetahuan anak tentang dirinya.
Menurut Gunadi et al (2007), ada beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemilihan jurusan agar jurusan yang dipilih
tepat, yaitu: Mencari informasi secara detil mengenai jurusan yang
diminati. Sebelum memilih jurusan, hendaknya anak punya informasi yang
luas dan detil, mulai dari ilmunya, mata kuliahnya, praktek lapangan,
dosen, universitasnya, komunitas sosialnya, kegiatan kampusnya, biaya,
alternative profesi kerja, kualitas alumninya, dsb. Menyadari bahwa
jurusan yang dipilih hanya merupakan salah satu anak tangga awal dari
dari proses pencapaian karir. Anak
perlu tahu realitanya, bahwa jurusan yang dipilih tidak menjamin
kesuksesan masa depannya. Jangan dikira bahwa dengan kuliah di jurusan
tersebut maka hidupnya kelak pasti sukses seperti yang di iklankan.
Alangkah
baiknya jika orang tua bisa membantu anak mencari informasi mengenai
sekolah-sekolah yang berkualitas dan membiarkan anak melihat plus
minusnya secara kongkrit. Diskusikan secara terbuka faktor apa saja yang
jadi potensi kendala dan bagaimana strategi solusinya. Dengan demikian,
akan tercipta komunikasi yang terbuka dan positif, anak merasakan
dukungan dan komitmen orang tua, sehingga anak pun diharapkan tergugah
untuk menjaga komitmen dan keseriusannya terhadap pilihan studinya.
Mengoptimalkan peran social network
Punya banyak teman dan luasnya jaringan sosial bisa memberikan keuntungan
positif. Baik orang tua maupun anak bisa saling bertukar informasi
dengan yang lain mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pilihan
studi. Kalau mencari sendiri butuh waktu yang lama, maka kalau saling
bertukar informasi, tentu akan lebih efektif dan efisien. Namun yang
perlu diingat adalah bahwa orang tua tetap harus obyektif dan rasional,
karena salah-salah jadi mudah terpengaruh dan terikut pendapat orang yang
belum tentu benar. Yang kita cari adalah informasi faktual bukan gossip-nya.
Tak dapat dipungkiri bahwa untuk memilih suatu jurusan dibutuhkan
pertimbangan yang matang serta kemampuan untuk mengenali kelebihan dan
kekurangan diri. Seiring dengan eksplorasi minat dan bakat, anak pun
perlu di arahkan untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab atas
pilihannya. Anak perlu diajarkan untuk mandiri dan mampu memotivasi diri
sendiri, disiplin, dan serius belajar sebagai perwujudan dari komitmen
atas pilihan hidupnya. Jika menjumpai kendala, tidak mudah putus asa
apalagi berhenti di tengah jalan atau ganti haluan. .
Dipastikan
saja, bahwa pilihan anak bukanlah karena ambisi orang tua, atau karena
kecemasan dan cara berpikir yang keliru dalam mempersepsi masa depan
anak. Misalnya, anak memilih jurusan sastra karena mampu dan sesuai
minat, tapi tidak disetujui orang tua karena menurut mereka, akan susah
cari kerja. Orang tua perlu memastikan saja, apa motivasi anak memilih
jurusan yang dia inginkan. Mengajak anak menganalisa motivasi dan alasan,
akan lebih menguntungkan karena anak akan mencoba menerapkan cara
berpikir analitis yang serupa ketika memilih dan memilah jurusan yang
lain. Ajak anak untuk mencari contoh kongkrit (orang yang sudah lebih
dahulu kuliah dan atau kerja) dari dampak salah memilih karena sebab-sebab
tertentu, misalnya : pengaruh teman, suruhan orang tua, asumsi yang
keliru.
ππππππ
ReplyDelete